Sabtu, 27 November 2010

Al Munjiyat: Hal-hal yang membuat jiwa utuh

Rusaknya jiwa kebih berbahaya dari rusaknya raga. Ketika kaki rusak, mungkin hanya sulit berjalan.  Ketika tangan yang rusak, mungkin hanya sulit mengambil. Namun jika yang rusak adalah jiwa, hutan, lautan, dan bahkan bumi bisa rusak berat.

Al Munjiyat, hal-hal yang mengutuhkan jiwa
Hal-hal yang dinggap muia belum tentu membuat kita mulia. Harta dan jabatan belum tentu membuat manusia mulia. Kemuliaan tidak melekat pada raga, tetapi ia melekat pada kehidupan.
"Ya Allah jadikan jiwa kami, jiwa yang selalu menjiwai hidup ini dengan kemuliaan.
Memahami al munjiyat sama pentingnya degan memahami kehidupan.

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
Demi jiwa (dengan) segala penyempurnaannya (Q.S. Asy Syams: 7)

Pada awal penciptaannya, jiwa dicipta oleh Allah dalam keadaan utuh. Perkembangan hidup manusialah yang membuat jiwa manusia terkadang menjadi retak, bahkan pecak.  Jiwa yang utuh itu saat ini sedang hidup di dalam raga kita. Di saat manusia hidup, jiwa tersimpan di dalam raga. Dan ketika mati, jiwa akan berpindah ke alam yang lain. Maka dapat kita lihat, jiwa lebih penting daripada raga. Namun pada kenyataannya, manusia seringkali memperhatikan raganya daripada jiwanya. Kesejatian adalah melihat diri kita sebagaimana Allah melihat diri kita, yakni jiwa. Raga yang dihidupi jwa yang utuh akan memandang hiduo ini secara utuh. Melihat gajah hanya dar depannya saja atau belakangnya saja, tetapi lihatlah secara utuh dari berbagai sudut.
Gelas yang utuh akan bermanfaat dalam menampung air untuk diminum. Hati itu seperti gelas, jika ia utuh maka segala kebaikan akan tertuang utuh ke dalamnya. Jiwa itu memang unik-ajaib, ia mampu mengolah apaun menjadi kebaikan. Ibarat gelas ajaib, jika ada air comberan ke dalamnya, dapat seketika air itu dapat diolah menjadi selezat susu jika diminum. Demikian pula jiwa, segala peristiwa pasti akan diterima/tertuang dalam tampungan jiwa. Baik peristiwa baik maupun seburuk-buruk peristiwa pasti masuk ke dalam jiwa. Jiwa yang utuh akan membuat segala peristiwa yang semula buruk menjadi lezat dan nikmat. Segala peristiwa serasa lapang dan menyenangkan.Ketika diri dikhianati

Benturan sekeras apapun akan membuat jiwa semakin kuat, bukan membuat jiwa semakin pecah. Itulah  jiwa yang utuh.  Ibarat petinju, ia menjadi kuat bukan karena jarang kena tinju atau benturan, tetapi latihan-latihan beratlah yang membuatnya ia menjadi tahan banting. Maka, benturan-benturan dalam hidup adalah sumber kokoh utuhnya jiwa.

Maka yang terpenting kini adalah merancang benturan. Yang namanya benturan memang jangan ditunggu. Ibarat petinju, ia bukan menghindari benturan. Tetapi melatih dirinya dengan benturan-benturan agar ketika dihadapkan pada pertandingan sebenarnya ia sudah lebih siap. Ibarat mencubit diri sendiri, kita tidak merasa sakit, karena tubuh sudah menyiapkan diri. Tetapi jika dicubit orang lain kita tidak siap hingga kesakitan.

Lalu, adakah yang senang benturan?
Tentunya benturan itu melelahkan, Benturan dengan suami, dengan istri, dengan keluarga, sangat tidak mengenakkan. Ya, karena memang benturan adalah hadirnya segala yang tidak disukai dalam hidup. Kapan manusia merasa tidak suka? Apa yang bisa kita simpulkan? Umumnya manusia tidak suka kalau kesenangan dunianya terenggut apapun penyebabnya. Sandal hilang? Tidak senang, karena sebagian kecil dari dunianya telah terenggut. Terlambat nonton bola? Tidak senang karena imam sholat isya yang kepanjangan bacaannya. Benturan itu seringkali ketika dihadapkan dengan privasi kesenangan dunia.
Maka bagaimana merancang benturan?
Datangilah kesenangan dunia. Setelah itu ambil dunianya, dan jangan ambil segala kesenangannya.
Misal:
Bersahabatlah dengan orang-orang kaya, tapi jangan mengambil manfaat dari kekayaannya.
Datangilah undangan walimah, lantunkan do'a barokah untuknya, dan tinggalkan makanan minuman lezatnya.
Datangilah tempat-tempat yang penuh gemerlap kesenangan duniawi, dan tetapkanlah diri dalam hangatnya selimut keindahan ukhrowi.

Lalu bagaimana program perancangan benturan ini akan membuat jiwa kita semakin utuh?
Kita harus paham rumus dari menjaga utuhnya jiwa, yakni:
3M --> Menerima, Menolak, Menikmati
Jangan menerima yang mestinya menolak, atau menolak yang mestinya menerima. Ini yang membuat jiwa manusia babak belur.
  • Menerima segala genangan kehidupan yang tidak disukai. Ikhlas adalah nikmat yang tidak kelihatan dan lebih mempunyai nilai istimewa. Bukankah segala sesuatu yang baik tetapi tesembunyi menjadi lebih mulia daripada diumbar-umbar. Orang kaya belum tentu merasa dirinya kaya, dan orang qonaah akan merasa dirinya kaya betapapun hidupnya. Ibaratnya musibah adalah pil pahit. Pil pahit yang kita tidak disukai jika kita terima dan ia telan dengan air tidak akan menjadi pahit dan bahkan menjadi kebaikan di dalam perut, sedangkan jika kita menolak maka pil pahit akan tertahan terus di lidah dan rasa pahit itu akan terasa terus-menerus.
  • Menolak segala kesenangan dunia kecuali  kalau kita membutuhkannya. Kesusahan adalah obat mujarab hidup untuk membentuk jiwa yang kuat. Namun Allah tidak berkehendak memberikan manusia kesulitan, bahkan manusia harus berusaha menghilangkannya. Jika kesenangan dunia itu menjadi kebutuhan maka ambillah. Namun jika hanya menjadi keinginan maka tolaklah.
  • Menikmati masa-masa berbenturan melawan nafsu. Agar segala benturan itu terasa nikmat, bayangkan saja akibat dari tiap benturan itu. Benturan dengan hawa nafsu sangatlah berat, namun bayangan akan surga menjadi kenikmatan yang mengalahkan kesulitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar